TELAT MERDEKA, TELAT DIJAJAH
Di
Jakarta, proklamasi kemerdekaan memang telah berkumandang, tapi di
Kerinci, kabar itu baru sampai seminggu kemudian. Berita bahagia itu,
konon dibawa oleh seorang pedagang dari Padang yang tiba di Kerinci pada
23 Agustus 1945.
24 Agustus 1945, itulah hari paling
mengharukan: Sang Merah Putih berkibar gagah di Bumi Sakti Alam Kerinci,
untuk pertama kali. Tiangnya tertancap di puncak Masjid Raya Sungai
Penuh. Disaksikan oleh sejumlah ulama, di antaranya Buya Ya'qub Kari,
murid Syekh Muhammad Jamil Jaho (Inyiak Jaho) dan pendiri Madrasah
Tarbiyah Islamiyah Tanjung Pauh, Kerinci.
Seorang ibu telah
menyumbangkan galah bambu yang biasa ia pakai untuk menghalau ayam saat
menjemur padi. Itulah tiang pertama untuk bendera merah putih pertama di
bumi Kerinci, dan ditancapkan pertama kali di puncak masjid raya. Untuk
urusan tiang ke tiang, emak-emak memang lebih progresif dan militan.
Hehe...canda emak...
Memang Kerinci terlambat merdeka seminggu.
Bahkan, jika patokannya adalah kabar resmi yang baru datang di minggu
pertama September 1945, maka Kerinci terlambat merdeka selama tiga
minggu. Namun begitu, Kerinci masih sangat beruntung dibanding daerah
lain. Pasalnya, penjajahan di Kerinci juga "terlambat" tiga abad.
Belanda
baru berhasil masuk Kerinci sekitar tahun 1904. Itupun setelah beberapa
kali percobaan yang selalu berakhir dengan kekalahan memalukan. Di
Kerinci, belanda harus berhadapan dengan orang-orang tangguh dan sulit
ditaklukkan. Kalaupun akhirnya berhasil, itu dengan cara yang licik
pula. Begitulah penjajah: kalah memalukan, menang pun memalukan.
Jadi,
ketika ada yang berujar bahwa "negeri kita dijajah oleh Belanda selama
3,5 abad", maka orang Kerinci sah-sah saja menyela, "kita? Lho aja
keles... gua enggak!"
Tapi, kalaupun dijajah "hanya" sekitar 40 tahun, penjajahan tetaplah penjajahan, tetap saja kezaliman, tak manusiawi!
(Barangkali
menarik juga melihat seperti apa pengaruh kolonial terhadap kehidupan
sosial-keagamaan di daerah yang masa penjajahannya relatif pendek, dan
seperti apa pula bandingannya dengan daerah yang masa penjajahannya
lebih panjang)
*
Merah putih telah berkibar, selesaikah
perkara? Belum! Jepang yang sudah mengambil alih wilayah Indonesia dari
Belanda semenjak 1942 itu, tidak terima. Maka bentrok pun tak
terelakkan. Perlawanan rakyat tak terbendung. Seorang pemuda pun gugur
demi mempertahankan kemerdekaan tanah airnya.
Untuk memperingati
peristiwa heroik tak terlupakan itu, masyarakat Kerinci membangun tugu
bendera merah putih berkibar. Lokasinya? Persis di halaman Masjid Raya
Sungai Penuh. Perjuangan dimulai dari masjid, dimunajatkan di masjid,
dan dikenang melalui masjid.
Jika di halaman masjid daerah-daerah
lain terdapat menara, maka di halaman Masjid Raya Sungai Penuh ada tugu
bendera merah putih yang selalu berkibar, tak peduli hujan atau panas,
siang maupun malam. Maka, tak perlu lagi pertanyakan arti nasionalisme
pada masyarakat muslim Kerinci!
Jika saat ini orang-orang masih
ribut mempertanyakan apa hukum hormat bendera dan menyanyikan lagu
Indonesia raya, cobalah datang ke Masjid Raya Sungai Penuh! Di sini
jawabannya sudah tersedia sejak 76 tahun silam.
Merdeka!!! (Bukan berarti berhenti berjuang).
No comments:
Post a Comment